Apache dan Nginx merupakan dua server website paling populer dan umum yang menyumbang sekitar separuh lalu lintas website dunia. Secara garis besar, cara kerja website adalah pengunjung meminta sebuah dokumen dari website, kemudian website mengirim dokumen dengan sistem DNS dan IP.
Untuk melakukan aktivitas ini, website membutuhkan sebuah server yang mampu memilah halaman website mana yang perlu ditampilkan di komputer pengguna. Server website, seperti Apache dan Nginx, bekerja untuk menerima request pengguna, melakukan analisis terhadapnya, dan mengirimkan dokumen atau informasi yang diminta.
Kedua server website ini dibuat untuk mampu melakukan beban kerja di lingkungan berbeda dan sistem operasi modern, seperti UNIX dan Windows. Keduanya mengakuisisi kelompok penggemar yang berbeda karena mengandung keuntungan dan kelemahan masing-masing.
Meski berkompetisi, Apache dan Nginx sama-sama digunakan oleh banyak perusahaan besar di dunia yang masuk dalam daftar Fortune 500. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai server Apache dan Nginx.
Apa Itu Server Website Apache?
Apache dikelola dan dikembangkan oleh konsorsium di bawah sponsor Apache Software Foundation. Konsorsium tersebut ingin menciptakan server website yang aman, kuat, dan efisien sesuai standar HTTP.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Apache diambil dari nama suku asli Amerika Serikat yang termasyhur berkat strategi perangnya. Sumber lain, termasuk website resmi Apache sendiri, dijelaskan bahwa nama ini terdengar ear-catching saat disebutkan, yaitu “a patchy web server” atau server yang dibuat dari tambalan-tambalan.
Apache rilis di tahun-tahun pertama kemunculan internet pada 1995, sehingga cepat saja menjadi server website populer. Apache masih eksis hingga sekarang, meski kebanyakan karena alasan historis. Pada 2009, tercatat ada 100 juta situs di seluruh dunia yang menggunakan Apache. Server Apache tersedia secara open-source atau cuma-cuma, sehingga Anda dapat mengadaptasi dan meningkatkan source code sesuai keinginan.
Apache banyak tersedia dalam bentuk pre-installed produk Linux, seperti Ubuntu dan RedHat atau Centos. Server website ini menggunakan file .htaccess untuk sistem konfigurasinya. Anda dapat menemukan banyak tutorial mengenai bagaimana cara untuk bekerja menggunakan konfigurasi .htaccess yang terkenal fleksibel.
Adapun keluwesan konfigurasi .htaccess bisa Anda optimalkan untuk beragam tujuan. Jika berbicara di ranah WordPress, Anda bisa menggunakannya untuk mengubah domain, meningkatkan kapasitas upload file, meningkatkan limit memory, serta menambah expires headers.
Selain Linux, Apache tentu bisa digunakan di hampir semua sistem operasi seperti Windows, UNIX, OSX, dan NetWare. Secara statistik sebagian besar produk Apache digunakan dalam Linux dan eksis di 46% website seantero dunia. Apache memiliki fleksibilitas dan kesederhanaan di arsitekturnya, sehingga menjadi pilihan populer di kalangan administrator.
Apa Itu Server Website Nginx?
Lambat laun popularitas Apache mulai tersaingi oleh serbuan produk kompetitor. Salah satu pesaing yang diterima dengan tangan terbuka adalah Nginx (dibaca seperti “Engine X”). Pada awalnya, Nginx kebanyakan hanya dipakai untuk melengkapi server website Apache. Namun, tool yang baru pertama kali dimunculkan ke publik pada 2004 oleh Igor Sysoev ini perlahan mulai mengalahkan popularitas Apache.
Dulu, Nginx memang banyak dipakai untuk meng-handle dokumen statis, tetapi kini pengguna telah menggunakan Nginx untuk mengerjakan beragam pekerjaan. Aktivitas yang bisa Anda lakukan antara lain reverse proxy, load balancer, mail proxy, dan HTTP caching.
Pengguna menyukai server Nginx karena tersedia secara open-source, sehingga mudah untuk dikustomisasi. Server website yang ada pada berbagai variasi Linux ini kini tercatat telah digunakan oleh sekitar 375 juta website.
Perbedaan Apache vs Nginx
Server website Apache dan Nginx tercatat mendominasi lebih dari 50 persen lalu lintas website dunia. Administrator website terbelah karena kedua server tersebut memiliki karakteristik dan kekuatannya masing-masing. Paling tidak ada satu hal yang sama: keduanya open-source sehingga memungkinkan untuk dikustomisasi.
Desain Arsitektur
Perbedaan mendasar antara Apache dan Nginx adalah desain arsitektur saat meng-handle koneksi dan beragam kondisi traffic. Apache menggunakan pendekatan process-driven, sedangkan Nginx memakai pendekatan event-driven.
Secara lebih detail, Apache menciptakan thread baru untuk menjawab permintaan koneksi. Arsitektur Apache menyertakan tiga jenis modul MPM (Multi-Processing Modules), sehingga terasa fleksibel saat menggarap koneksi dan algoritma yang berbeda. Tiga modul utama yang digunakan Apache adalah process (pre-fork) MPM, worker MPM, dan event MPM.
Sisi buruknya, tipe arsitektur Apache dapat mengakibatkan konsumsi daya yang berat dan menciptakan problem pada server. Salah satu contoh problemnya ialah kecepatan server lambat.
Sementara itu, Nginx sanggup meng-handle banyak permintaan koneksi hanya dengan thread tunggal. Keadaan ini membuat pengguna bisa mengoperasikan Nginx dengan sistem berkemampuan rendah, meski sedang dalam kondisi heavy loads.
Jadi, untuk poin ini bisa disimpulkan bahwa struktur arsitektur Nginx lebih baik dan cepat. Meskipun demikian, pengguna Apache bisa menambahkan konfigurasi via file .htaccess kepada aspek tertentu di website.
Baca Juga : Mengenal Sistem API, Termasuk Jenis dan Cara Kerjanya
Konten Statis
Dokumen atau konten statis biasanya disimpan dalam memori server, misalnya file gambar, serta dokumen CSS dan JavaScripts. Apache menggarap permintaan konten statis menggunakan metode file-based yang konvensional.
Saat dilakukan benchmark test, Nginx terbukti mampu meng-handle permintaan konten statis 2.5 kali lebih cepat daripada Apache. Hal ini bisa terjadi karena Nginx menggarap dokumen statis tanpa melibatkan PHP, sehingga prosesnya lebih efektif.
Kesimpulannya, Nginx jelas lebih unggul dalam isu konten statis.
Konten Dinamis
Apache sanggup memproses konten dinamis secara mandiri tanpa melibatkan komponen eksternal. Sedangkan Nginx perlu melakukan proses eksternal saat menggarap halaman web dinamis. Setelah konten dikembalikan, barulan Nginx mengirimnya ke klien.
Meski terdengar bahwa Apache lebih unggul, tetapi ternyata kedua server website tersebut menunjukkan kecepatan yang sama dalam benchmark test, yaitu 108 req/s (requests per second).
OS Support
Seperti halnya penyajian konten dinamis, kekuatan Apache dan Nginx relatif sama perihal OS Support. Apache dapat bekerja di semua sistem Unix, seperti Linux dan BSD, dan Microsoft Windows. Nginx juga bisa bekerja di platform Unix. Bedanya, Nginx hanya bisa running di Microsoft Windows secara parsial.
Meski saling berkompetisi, Apache dan Nginx tidak jauh berbeda secara konseptual. Apache memang sudah ada sejak 1995, tetapi Nginx yang baru hadir sembilan tahun kemudian sukses mencuri perhatian pengguna internet. Nginx dipercaya sebagai masa depan aplikasi web dan website.
Apache cocok bagi pengguna yang senang melakukan kustomisasi website. Server website ini juga memiliki banyak community support sehingga mudah mencari informasi tambahan. Sedangkan Nginx ideal bagi website yang menerima banyak traffic.
Memutuskan server website mana yang akan Anda gunakan merupakan sebuah langkah penting. Untuk menjawabnya, Anda perlu mengerti kebutuhan dan beban kerja website. Dengan beragam pengalaman mengurus bisnis digital, perusahaan Digital Creative Maxsol.id siap menjadi rekan terbaik dalam pembuatan website bisnis. Maxsol akan membantu Anda dalam menghasilkan website yang profesional dan berkualitas.