Belakangan ini, kata resesi ekonomi sering muncul dalam percakapan-percakapan di dunia maya atau di masyarakat. Fenomena ini tidak terlepas dari isu yang mengatakan bahwa Indonesia terancam resesi ekonomi di 2023.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), secara umum resesi ekonomi bisa diartikan sebagai kondisi perekonomian suatu negara yang mengalami penurunan berdasarkan pada jumlah pengangguran, Produk Domestik Bruto (PDB), dan pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Selain itu, resesi juga bisa disebabkan oleh pengetatan likuiditas, inflasi yang tinggi, hingga konflik Ukraina dan Rusia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi global memang sedang tidak baik-baik saja. Salah satu penyebabnya adalah ancaman resesi ekonomi yang menghantui seluruh negara, termasuk Indonesia.
Lalu, apakah Indonesia mampu bertahan untuk tidak terjatuh ke dalam jurang resesi tahun 2023 nanti?
Indonesia dan resesi ekonomi tahun 2023
Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang mungkin akan mengalami resesi sebesar 3%. Meski begitu, Sri Mulyani meyakini bahwa posisi Indonesia masih cukup aman. Pasalnya, kinerja perekonomian Indonesia tumbuh 5,4% hingga bulan Agustus 2022.
Di samping itu, kinerja ekspor Indonesia juga mencatatkan surplus perdagangan hingga mencapai USD 5,76 miliar pada bulan Agustus 2022 kemarin. Lalu di sektor lain seperti ritel, tumbuh sebesar 5,4%, sektor ekonomi meningkat sebesar 11,2%, dan konsumsi listrik mengalami pertumbuhan sebanyak 24,1%.
Tak hanya itu, IMF juga memprediksi ekonomi Indonesia akan terus tumbuh hingga mencapai 5,3% di tahun 2022 dan 5% pada tahun 2023 nanti. Pertanyaannya, apakah angka ini hanya menjadi prediksi saja atau dapat menjadi kenyataan?
Harga komoditas utama yang meledak menjadi ancaman
Melansir dari Cnbc Indonesia, ada beberapa data yang menunjukkan bahwa prediksi dari IMF mungkin tidak akan menjadi kenyataan, terlebih prospek ekonomi Indonesia belakangan ini bergantung pada ledakan harga komoditas utama, seperti imah, batubara, minyak kelapa sawit, serta gas alam lainnya.
Di sisi lain, sejumlah lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 berada di kisaran 2,3% hingga 2,9%. Hal ini dikarenakan permintaan dunia pada komoditas utama yang turun akibat ketidakpastian atau dikenal dengan The Perfect Storm.
Penurunan harga serta permintaan komoditas dunia menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia dapat terancam, terutama di sektor penerimaan negara yang selama ini cukup banyak mengandalkan penerimaan dari sektor komoditas.
Misalnya seperti harga batu bara yang masih menjadi primadona sampai saat ini. Dalam kontrak Newcastle terlihat harga batu bara sudah mulai melandai dari US$458 per ton pada awal bulan September lalu menjadi US$391 per ton atau turun nyaris 15%.
Tak hanya itu, Fitch Solutions juga memprediksi harga batu bara akan mengalami penurunan. Rata-rata estimasi harga batu bara tahun ini adalah US$320 per ton, di tahun depan harganya diprediksi anjlok ke US$280, dan US$250 pada tahun 2024.
Kemudian, masa depan harga minyak kelapa sawit juga menunjukkan penurunan. Saat ini harganya sedang mengalami penurunan tajam dari 7.000 ringgit Malaysia per ton pada akhir April lalu, sekarang hanya 4.123 ringgit Malaysia per ton nya.
Selanjutnya, menurut prediksi dalam trending economics, harga minyak kelapa sawit juga masih akan terus menurun hingga akhir tahun 2023 ke angka 3.000 ringgit Malaysia per ton. Begitu juga dengan harga timah yang perlahan turun dari angka US$50.000 per ton di bulan Maret, hingga berada di bawah US$20.000 per ton sekarang ini. Tren penurunan ini diprediksi masih akan terus berlanjut.
Terakhir, harga tembaga juga tidak jauh berbeda nasibnya. Saat ini harga tembaga berada pada kisaran US$7.400-an per ton, menurun jauh dari titik tertingginya pada bulan Maret yang menyentuh angka US$11.000 per ton.
UMKM sebagai penguat ekonomi
Kabar baiknya, dengan bekal pengalaman melewati masa-masa sulit yang dimiliki oleh Indonesia, seperti saat krisis 1998 dan pandemi Covid-19 kemarin, kemungkinan resesi 2023 masih dapat ditahan.
Kunci utamanya terletak pada UMKM yang sudah tidak perlu diragukan lagi menjadi garda terdepan yang bisa bertahan dan menjadi solusi untuk menghadapi permasalahan ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah tahun 2018, jumlah pelaku UMKM di Indonesia ada 64,2 juta atau sekitar 99,99% dari total jumlah pelaku usaha di Indonesia.
Dari angka tersebut, 98,68% nya merupakan pelaku usaha mikro yang mampu menyerap tenaga kerja sebesar 89%. Sayangnya, sumbangan usaha mikro pada PDB hanya berkisar 37,8%.
Dari data ini, Indonesia terbukti memiliki potensi basis ekonomi nasional yang cukup kuat karena jumlah UMKM sangat banyak dan kemampuan daya serap tenaga kerjanya sangat besar.
Setiap tahun, sektor UMKM memiliki peran yang besar dalam mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Selain itu, jumlah UMKM selalu bertambah setiap tahunnya sehingga secara tidak langsung jumlah pengangguran akan ikut berkurang.
Keuntungan UMKM
Keuntungan lain yang dimiliki oleh UMKM adalah tidak terlalu tergantung pada nilai tukar dolar. Jadi, nilai tukar dolar yang fluktuatif tidak berpengaruh besar pada pergerakan UMKM di Indonesia. Karena itulah, UMKM masih dapat menjadi solusi utama untuk menolong Indonesia dalam berbagai masalah ekonomi.
Namun demikian, kesadaran pentingnya peran UMKM untuk keberlangsungan ekonomi Indonesia harus dibarengi dengan regulasi dan juga kebijakan dari pemerintah. Dengan begitu, pemerintah dapat mengelola serta meningkatkan peran UMKM agar terus berkembang.
Dalam hal ini, pemerintah dapat bekerja sama dengan perbankan, pihak swasta, maupun BUMN untuk membuat skema permodalan yang dapat diakses dengan mudah oleh para pelaku UMKM di Indonesia.
Tak hanya itu, pemerintah dengan institusi terkait juga harus bisa mengatasi permasalahan struktural yang menghambat para pelaku UMKM selama ini. Misalnya seperti masalah pendanaan, kualitas SDM, kontinuitas, kualitas produk, dan pemasaran produk UMKM. Semua permasalahan ini harus bisa diselesaikan secara sistemik, komprehensif, dan substantif.
Kesimpulannya, UMKM yang berawal dari unit-unit kecil dapat menjadi penggerak roda perekonomian yang tangguh sebab UMKM sudah terbukti menjadi sektor yang dapat bertahan kuat di masa-masa kritis.
Dengan data di atas, Indonesia mempunyai potensi kuat pada basis ekonomi nasional karena jumlah UMKM yang sangat tinggi. Karena UMKM adalah sektor dengan daya serap tenaga kerja yang sangat tinggi.
Pada akhirnya, UMKM dapat mengurangi jumlah pengangguran dengan persentase yang relatif tinggi. Jadi jika pemerintah mampu memaksimalkan peran UMKM, khususnya pada usaha mikro, pemerintah sudah mengantongi satu solusi kuat untuk menghadapi resesi tahun 2023 nanti.
Kembali pada pertanyaan di awal artikel ini, apakah Indonesia terancam resesi ekonomi di tahun 2023? Mungkin akan ada efek yang dirasakan, namun kita masih dapat menggantungkan harapan kepada UMKM dengan cara mendukung dan membeli produk-produk dalam negeri. Bila perlu, kita ikut menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan membuka usaha-usaha berskala kecil.
Baca Juga : Review Aplikasi Blu dari BCA Digital